Archives

1

Usrah : Sebuah keterpaksaan

Insoft Saturday, November 13, 2010

Dodi : Cuy, aye mau nanya. Apa ayat pertama turun ke Nabi Muhammad?

Andi : Ah, gampang bangat soalan loe.

Dodi : Apa coba?

Andi : Alah, surah iqra ayat 1-5.

Dodi : Wah, pinter bangat loe.

Andi : Ya iyalah, mentoring.

Dodi : Mantap!


* * * * *


Tanggal 10 ogos 610M yang lalu, disebuah gua di pinggir kota Mekah, seorang manusia agung dipegang dan dirangkul hingga sulit mengatur nafasnya.

Jibril : Bacalah!!

Muhammad : Aku tidak tahu membaca!!

Jibril : Bacalah!!

Muhammad : Aku tidak tahu membaca!!

Jibril :

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia yang telah menciptakan manusia dari segummpal darah. Bacalah, dan rabbmulah yang Paling Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan al-qalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya ( Al-Alaq : 1-5 )


* * * * *



Hampir semua orang Islam tahu dan maklum tentang sejarah turunnya wahyu pertama. Jika ditanya, diluar kepala bisa dijawab.

Turunnya wahyu pertama merupakan petanda turunnya sebuah rahmat dan nikmat yang paling agung kepada seluruh umat manusia. Nikmat hidayah.

Bermula sebuah tugas yang berat dan paling mulia bagi sang kekasih Allah, Muhammad SAW.

Nah, ketika awalnya turun kebaikan yang besar itu, Jibril sampai memeluk dengan erat hingga sesak nafas baginda Rasul. Bahkan Jibril memaksa baginda rasul untuk membaca.

Ya, baginda Rasul dipaksa. Dipaksa untuk membacakan ayat-ayat Allah. Dipaksa untuk memerima wahyu yang dibawakan oleh Jibril. Bukan cuma sekali dipaksa, bahkan sampai 3 kali. Dipeluk hingga hampir apnea. Memang sudah tachypnea.

Bayangkan betapa beratnya beban pada diri Rasul. Anda pernah merasa dihimpit batu? Atau bahkan mungkin dihimpit makhluk halus? Mungkin sama rasanya.


Yang kadang-kadang kita dengar. Suara orang atau suara hati sendiri.

" Mak jangan paksa-paksa saya pakai tudung ya. Saya dah besar saya tahulah! "

" Kau apesal paksa aku solat nih? Macam bagus! "

" Aduh, terpaksa jaga ruang resusitasi lagi malam ini "

" Adik takmau makan sayur "

" Tak mau suntik! Tak mau suntik! Tak mau suntik! "

" Malasnya nak ikut usrah malam ni "

Sedare,baginda Rasul pun nak terima wahyu kena paksa dengan Jibril.

Sebuah kebaikan itu kadang kala memang memerlukan sebuah keterpaksaan.

Paksalah dirimu.








0

Usrah : Diri VS Umat

Insoft Monday, November 1, 2010


Kisah 1

“ Kami tidak akan meninggalkanmu sampai kamu mencela Muhammad atau memuji latta dan uzza ”

Syarat yang diletakkan oleh musyrikin itu sungguh berat. Tidak mungkin hati yang disinari nur iman dan Islam sanggup untuk melaksanakannya.

Namun Ammar ibn Yasir RA sudah tidak sanggup menahan dasyatnya siksaan demi siksaan. Cahaya matahari yang terik menjamah tubuhnya. Bahang yang panas membakar kulitnya terasa cukup menyakitkan. Batu besar yang menghimpit tubuhnya hingga terbenam dalam pasir yang panas membara. Bebanan emosi tatkala ayah dan ibunya yang tercinta sudah lebih dahulu pergi untuk menghuni taman syurga dengan menyandang gelar syahid. Tidak terdaya lagi bagi Ammar.

Dengan berat hati penuh terpaksa Ammar menuruti kehendak para musyrikin.Puas dan bongkak musyrikin Mekah akhirnya membebaskan beliau.

Dengan hati yang berat sambil bercucuran air mata, Ammar datang menemui Rasulullah SAW yang sebelumnya pernah menberikan kata semangat “ Sabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya kalian dijanjikan syurga” dan mengadukan hal itu kepada baginda Rasul.

Dan Allah menjawab dengan turunya ayat

“ Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman ( dia mendapat kemurkaan Allah ), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman ( dia tidak berdosa)...”( 16 : 106).


Kisah 2

Umat Islam kembali resah. Riak kerisauan jelas terpancar di wajah-wajah kaum muslimin di Habsyah. Kata-kata Amr ibn Ash benar-benar bisa mengancam jiwa dan keselamatan mereka.

“ Wahai Tuan Raja, sesungguhnya mereka menyampaikan perkataan yang tak bisa dianggap enteng tentang Isa ibn Maryam “

Begitulah apa yang dilaporkan kepada Najasyi, sang raja yang beragama Kristian. Dihadapan semua para uskup yang menjadi penasihat di sebuah negara majaoriti Kristian.

Sang Raja lantas memanggil muslimin untuk menjawab pertuduhan itu.

Bagaimana ingin dijawab kepada Sang Raja?

Berkata benar bisa membahayakan diri?

Atau berselindung demi keselamatan bersama?

Tetapi mereka semua sepakat, untuk mengatakan apa yang telah diajarkan oleh insan agung, Rasulullah SAW.

Ja’far ibn Abu Thalib dengan yakin dan tegas menjawab

“ Kami akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh Nabi kami, bahawa Isa adalah hamba Allah, RasulNya, RohNya dan KalimatNya yang disampaikan kepada Maryam, sang perawan suci “

Tanpa disangka oleh semua Sang Raja lantas bangun dan memungut potongan ranting di atas tanah sambil berkata

“ Demi Allah, Isa bin Maryam tidak berbeza jauh dengan apa yang engkau katakan, seperti potongan ranting ini.”

Para uskup mendengus tanda kurang berpuas hati dengan keputusan Raja.

“ Demi Allah, sekalipun kalian mendengus. Pergilah, kalian aman di negeriku.”

Pulanglah wakil musyrikin Mekah dengan kecewa kerana gagal mempengaruhi Sang Raja.

Kisah 3

"Hai Abu Ja’far apakah engkau susah melihat keadaanku?"

Imam Ahmad bin Hambal melontarkan soalan kepada Abu Ja’far Al-Anbari. Tangan Sang Imam dibelenggu. Badan Sang Imam penuh dengan kesan-kesan siksaan yang berat. Keengganan Sang Imam menuruti kehendak khalifah pada waktu itu menjerumuskan beliau ke dalam penjara dan siksaan yang berat.

"Tidak wahai Imam, engkau adalah pemuka umat, kerana umat manusia ada di belakangmu. Demi Allah, bila engkau mahu menjawab bahawa Quran itu makhluk, pastilah umat akan mengikutimu, dan bila engkau tidak mahu menjawab, maka umat juga tidak mahu menjawab seperti apa yang ingin engkau jawab. Bila engkau tidak mati dibunuh orang, pasti engkau juga akan mati dengan cara yang lain. Maka janganlah engkau mahu menuruti kehendak mereka" jawab Abu Ja’far.

Sang Imam bercucuran air mata.

Semakin teguh pendirian di hatinya.

Contoh yang terbaik

Kata bijak pandai, sejarah adalah guru yang terbaik.

Nah, apa yang dapat kita petik dari ketiga buah kisah di atas?

Ammar bin Yasir menyembunyikan kebenaran pada waktunya demi menyelamatkan dirinya. Dan keputusan ini dibenarkan oleh Allah dan RasulNya. Menyambunyikan keimanan di hati sedang lidah berhelah mengatakan kekafiran. Mengambil jalan selamat untuk dirinya.

Tetapi ketika kejadian yang hampir sama berlaku pada Ja’far bin Abu Thalib dan umat islam yang berhijrah ke Habsyah, mereka mengambil keputusan untuk berkata yang benar dan bakal membahayakan diri walaupun akhirnya mereka selamat dari petaka.

Hal yang sama pada Imam Ahmad bin Hambal. Sang Imam bisa sahaja mengakui kehendak khalifah ketika itu sekadar untuk melindungi dirnya sedangkan hatinya masih tidak membenarkan hakikat itu.

Persoalannya, apakah perbezaan antara Ammar bin Yasir, Ja’far bin Abu Thalib dan Imam Ahmad bin Hambal?


Prinsip kita : Diri VS Umat

Sungguh kita bersyukur kepada Allah SWT dengan apa yang telah terjadi dalam sejarah Islam yang sampai kepada kita.

Agar bisa kita jadikan panduan dan prinsip dalam kita menjalani kehidupan.

Sungguh kita sangat menghormati dan mencintai para tokoh pendahulu kita dari kalangan para sahabat, tabiin, tabi tabiin dan seluruh ulama yang kekal di jalan Allah. Mereka telah memperlihatkan contoh yang terbaik.

Tokoh-tokoh ini berbicara tidak memikirkan dirinya. Mereka meletakkan umat dihadapan berbanding diri mereka sendiri.

Mari kita semak bersama.

Keputusan yang di ambil oleh Ammar bin Yasir adalah untuk keselamatan dirinya sendiri. Keputusannya pada ketika itu sama sekali tidak mempengaruhi pendirian umat. Hanya pada saat itu keselamatan dirinya sahaja yang menjadi taruhan.

Berbeza di saat Ja’far bin Abu Thalib dan muslimin di hadapan Sang Raja Najasyi. Ketika itu jawapan yang keluar atas pendirian kaum muslimin ketika sedang diperhatikan dari segenap sudut. Sang Raja dan para uskup penasihat yang menjadi saksi bagi masyarakat agama kristian. Amru al- Ash menjadi saksi kamum musyrikin. Setiap kata-kata yang keluar akan menggambarkan prinsip agama Islam dan martabat kaum muslimin. Maka Ja’far bin Abu Thalib dengan yakin menyatakan yang haq.

Hal yang sama pada Sang Imam yang soleh. Apa yang keluar dari diri Sang Imam pada saat itu bakal menjadi panutan umat. Bayangkan aqidah umat jika Imam memilih keselamatan dirinya dahulu?

Pada saat ini,umat sedang diuji ujian yang sangat berat. Aqidah umat digoncang dan dihentam dari musuh di luar dan musuh dalam selimut. Prinsip dan harga diri umat Islam di cabik-cabik dan ditelanjangkan. Umat sangat dahagakan pimpinan dan pedoman dari para penerus para nabi. Para ulama warisatul anbiya’.

Sangat disayangkan dan amat malang bagi umat. Sebahagian mereka memilih diri mereka daripada umat.

Nah, sekarang lontarkan pertanyan kepada diri kita.

Kita memilih yang mana?

Apakah prinsip kita?

p/s : Maafkan diriku wahai blog. Lama tak update...


 
Copyright 2010 InSoft...